29 Jun 2013

Bapak Penjual Amplop Itu Rajin Shalat (Lanjutan)

Saya bertemu lagi dengan Bapak penjual amplop di depan Masjid Salman. Sudah beberapa minggu saya tidak melihatnya berjualan pada hari Jumat di depan Salman, tetapi kali ini saya “beruntung” bertemu dia lagi. Tadi siang saya agak telat menuju Salman untuk shalat Jumat, saya datang ketika adzan mulai berkumandang. Ketika berjalan memasuki jalan lingkar Taman Ganesha yang menuju Masjid Salman ITB, saya melihat seonggok dagangan yang ditinggal pergi pemiliknya. Saya yakin itu pasti dagangan Bapak penjual amplop sebab ada beberapa kotak amplop yang ditutupi kertas kardus di atasnya. Tas lusuh di atas tembok batu di belakang itu pasti tas miliknya.

Bapak penjual amplop itu ternyata bernama Pak Darta. Alhamdulillah ternyata Pak Darta tidak pernah lalai menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu shalat. Dulu, ketika tulisan pertama tentang Bapak itu saya muat di blog ini ada pembaca yang menyangsikan dia seperti pedagang kaki lima lain di sekitar Salman yang tetap berjualan dan tidak ikut shalat Jumat. Tetapi, Pak Darta tidak termasuk pedagang seperti itu. Dia tinggalkan dagangannya begitu saja ketika adzan berkumandang lalu berjalan menuju masjid untuk shalat Jumat.

Selesai shalat Jumat saya berniat menemui Bapak itu lagi untuk membeli amplopnya. Saya ingin membeli sepuluh bungkus lagi. Amplop yang dulu saya beli belum pernah terpakai hingga saat ini, tetapi tidak apa-apa saya ingin membelinya lagi. Saya percaya bahwa dagangan orang-orang kecil itu mengandung barokah, karena ada ketulusan, kejujuran, dan perjuangan hidup di dalamnya.

Bapak itu sudah selesai shalat Jumat dan sudah berada di depan dagangannya. Ketika langkah saya semakin mendekat, saya perhatikan beberapa orang silih berganti membeli dagangan amplopnya. Ada yang membeli satu bungkus, dua bungkus, dan sebagainya. Alhamdulillah, selalu ada saja rezeki buat si Bapak itu ya. Pembeli umumnya melebihkan pembayaran dengan niat sedekah (begitu kira-kira yang saya perhatikan).

Setelah suasana agak sepi baru saya dekati Pak Darta. Penampilannya sekarang terlihat lebih segar dibandingkan pertama kali saya bertemu dia dulu, tetapi tetap seja raut kerentaan, tangan bergetar, dan suara lirihnya masih melekat. Sambil membeli saya ingin tanya-tanya sedikit. Pak Darta memang tidak kenal saya dan beliau juga tidak tahu kalau saya menulis tentang kisahnya, tapi itu tidak penting.

Tukang koran yang berjualan di depan Taman Ganesha ikut menghampiri kami. Rupanya para pedagang di sekitar Taman Ganesha itu terlihat peduli dengan Pak Darta. Sejak tulisan pertama saya tentang Bapak penjual amplop dimuat di blog ini, sudah banyak orang yang datang mencari dia sehingga para pedagang di sana hafal dengan Pak Darta. Para pedagang itu pula yang menjaga barang dagangan Pak Darta bila bapak itu shalat di masjid Salman. Ah, siapa pula orang orang yang tega mencuri dagangan amplop Pak Darta.

Saya yakin Pak Darta adalah tipikal muslim yang taat. Beberapa kali saya pernah melihat dia — tapi bukan pada hari Jumat — mengemasi dagangannya ketika adzan Dhuhur berkumandang dari Masjid Salman. Pak Darta menitipkan tas yang berisi dagangan amplopnya kepada pedagang martabak mini di sekitar situ, lalu dia berjalan dengan pelan menuju masjid untuk mengambil wudlu dan shalat di dalam. Barakollah pak, meskipun miskin dan sudah renta tetapi tidak lalai dengan kewajiban agama.

Pak Darta bercerita ada empat kali dia kedatangan orang-orang ke rumahnya di Bale Endah, Kabupaten Bandung. Alhamdulillah, ada saja orang-orang baik hati yang datang membantunya. Pak Darta berkata dengan nada lirih bahwa dia memerlukan uang untuk memperbaiki rumahnya yang sudah butut. Saya belum pernah ke rumahnya, belum punya kesempatan ke sana. Tapi, kalau anda ingin datang melihat rumahnya, ini saya kasih alamatnya setelah saya minta: Pak Darta, RT 06 RW 01 Desa Cipicung, Manggahang, Bale Endah, Kabupaten Bandung. Bale Endah itu kecamatan yang letaknya di selatan kota Bandung.

Mudah-mudahan Pak Darta tetap sehat dan istiqmah sebagai seorang muslim yang taat. Amiin.

Oleh : Rinaldi Munir

Siti, Si Kecil Penjual Bakso...

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 

Siti, seorang bocah yatim yang ditinggal mati ayahnya sejak usia 2 tahun. Kini Siti berumur 7 tahun. Sehari-hari sepulang sekolah Siti masih harus berkeliling kampung menjajakan bakso.

Karena ... ia masih anak-anak, tentu belum bisa mendorong rombong bakso. Jadi bakso dan kuahnya dimasukkan dalam termos nasi yang sebenarnya terlalu besar untuk anak seusianya. Termos seukuran itu berisi kuah tentu sangat berat.

Tangan kanan menenteng termos, tangan kiri menenteng ember plastik hitam berisi mangkok-mangkok, sendok kuah, dan peralatan lain. Dengan terseok-seok menenteng beban seberat itu, Siti harus berjalan keluar masuk kampung, terkadang jalanannya menanjak naik.

Kalau ada pembeli, Siti akan meracik baksonya di mangkok yang diletakkan di lantai. Maklum ia tak punya meja. Terkadang jika ada anak yang membeli baksonya, Siti ingin bisa ikut mencicipi.

Tapi ia terpaksa hanya menelan ludah, menahan keinginan itu. Setelah 4 jam berkeliling, ia mendapat upah 2000 perak saja! Kalau baksonya tak habis, upahnya hanya Rp. 1000,- saja. Lembaran seribuan lusuh berkali-kali digulung-gulungnya.

Sampai di rumah, Siti tak mendapati siapapun. Ibunya jadi buruh mencangkul lumpur di sawah milik orang lain. Tak setiap hari ia mendapat upah uang tunai.

Terkadang ia hanya dijanjikan jika kelak panenan berhasil ia akan mendapatkan bagi hasilnya. Setiap hari kaki Ibunda Siti berlumur lumpur sampai setinggi paha. Ia hanya bisa berharap kelak panenan benar-benar berhasil agar bisa mendapat bayaran.

Hari itu Siti ingin bisa makan kangkung. Ia pergi ke rumah tetangganya, mengetuk pintu dan meminta ijin agar boleh mengambil kangkung. Meski sebenarnya Siti bisa saja langsung memetiknya, tapi ia selalu ingat pesan Ibunya untuk selalu minta ijin dulu pada pemiliknya.

Setelah diijinkan, Siti langsung berkubang di empang untuk memetik kangkung, sebatas kebutuhannya bersama Ibunya. Petang hari Ibunya pulang. Siti menyerahkan 2000 perak yang didapatnya. Ia bangga bisa membantu Ibunya.

Lalu Ibunya memasak kangkung hanya dengan garam. Berdua mereka makan di atas piring seng tua, sepiring nasi tak penuh sepiring, dimakan berdua hanya dengan kangkung dan garam. Bahkan ikan asin pun tak terbeli, kata Ibunda Siti.

Bayangkan, anak sekecil itu, pulang sekolah menenteng beban berat jualan bakso keliling kampung, tiba di rumah tak ada makanan. Kondisi rumahnya pun hanya sepetak ruangan berdinding kayu lapuk, atapnya bocor sana-sini. Sama sekali tak layak disebut rumah. Dengan kondisi kelelahan, dia kesepian sendiri menunggu Ibunya pulang hingga petang hari.

Sering Siti mengatakan dirinya kangen ayahnya. Ketika anak-anak lain di kampung mendapat kiriman uang dari ayah mereka yang bekerja di kota, Siti suka bertanya kapan ia dapat kiriman. Tapi kini Siti sudah paham bahwa ayahnya sudah wafat. Ia sering mengajak Ibunya ke makam ayahnya, berdoa disana.

Makam ayahnya tak bernisan, tak ada uang pembeli nisan. Hanya sebatang kelapa penanda itu makam ayah Siti. Dengan rajin Siti menyapu sampah yang nyaris menutupi makam ayahnya.

Disanalah Siti bersama Ibunya sering menangis sembari memanjatkan doa. Dalam doanya Siti selalu memohon agar dberi kesehatan supaya bisa tetap sekolah dan mengaji. Keinginan Siti sederhana saja : bisa beli sepatu dan tas untuk dipakai sekolah sebab miliknya sudah rusak.

Sahabatku yang baik hati. Jangan abaikan kisah ini, Lakukan sesuatu buat ananda siti semampu yang kalian bisa. dari hal sederhanaya namun begitu besar manfaatnya. Ialah mendoakan kebaikan padanya.

Barangkali ada yang mau datang Langsung semoga alamat ini dapat membantu: Desa Karangkamulyan, Kec. Cihara, Kabupaten Lebak, Banten Selatan.

Via Kisah Penuh Hikmah

21 Jun 2013

Kasih Ibu Tidak Pernah Sederhana

Di Glasgow, Skotlandia, seorang wanita muda, seperti kebanyakan remaja masa kini, merasa bosan tinggal di rumah dan muak dengan larangan-larangan orangtuanya.

Hingga suatu hari ia berteriak marah, “Aku tak tahan lagi. Aku mau pergi!”

Ia pun pergi, memutuskan untuk menaklukkan dunia. Namun, tak lama kemudian, ia berkecil hati karena tak mampu mendapat pekerjaan. Ia pun turun ke jalan dan menjadi tuna wisma.

Tahun-tahun berlalu, ayahnya meninggal, ibunya pun bertambah tua, dan ia semakin terjerumus dalam dunia barunya. Ia tak pernah berusaha mencari ibunya. Sedangkan sang Ibu, ketika mendengar di mana anaknya berada, ia pergi ke bagian kumuh kota itu untuk mencarinya. Ia berhenti di setiap rumah penampungan dengan permintaan sederhana.

“Bolehkah saya memasang foto ini?” Foto sang Ibu dengan rambut putih beruban, yang tersenyum dengan pesan tulisan tangan di bawahnya: “Ibu masih sayang padamu. Pulanglah.”

Beberapa bulan berlalu. Hingga suatu hari si anak masuk ke tempat penampungan untuk makan. Ia duduk melamun sementara matanya berkelana di papan pengumuman. Di sana ia melihat sebuah foto dan bepikir,

“mungkinkah itu ibuku?”

Setengah berlari, dihampirinya foto itu. Setelah beberapa detik mengamati tanpa suara, ia menangis. Rasanya terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

Waktu itu sudah malam, tapi ia begitu tersentuh oleh pesan itu sehingga ia mulai berjalan pulang. Saat ia tiba, hari sudah pagi. Ia berjalan dengan takut-takut, tak begitu tahu apa yang harus dilakukannya. Saat ia mengetuk, pintunya terbuka sendiri. Pikirnya, pastilah ada seseorang yang menyelundup ke dalam rumah.

Sambil mencemaskan keselamatan ibunya, wanita muda itu berlari ke kamar ibunya dan mendapatinya masih tidur. Ia mengguncang tubuh ibunya, membangunkannya, dan berkata, “Ini aku! Ini aku! Aku pulang!”

Sang Ibu menangis bahagia dan memeluk anaknya. “Aku cemas sekali, Ibu! Pintunya terbuka dan kusangka ada pencuri masuk!” kata wanita muda itu.

Sang Ibu menyahut dengan lembut, “Tidak, sayang. Sejak kau pergi, pintu itu tak pernah terkunci.”

Kasih ibu tidak pernah sederhana. Kasih ibu amatlah rumit, hingga tak akan bisa dijelaskan oleh kata-kata. Dan teramat mewah, hingga tak akan bisa tergantikan atau terbayar oleh apapun.
Seperti lingkaran, kasih ibu tak berawal dan tak berakhir.

Via Kisah Teladan


Istriku Tidak Cantik, Tetapi...

Istriku tidak cantik, standar dan biasa saja. Aku juga sadar bahwa dia tidak cantik dan kalau bersanding denganku maka aku nampak lebih rupawan dari dia. Badannya kecil ada dibawah dadaku, juga kulitnya agak hitam, lebih putih kulitku, satu lagi kakinya agak pincang, yang kanan lebih kecil sedikit daripada yang kiri.

Aku menyadarinya ketika aku sudah menikahinya, namun aku sadar bahwa aku telah memilih dia dengan ikhlas dihatiku, kan aku yang memilih, bukan dia yang memaksa, dan walau istriku tidak cantik, namun aku mencintainya. Allah taburkan rasa cinta itu ketika malam pertama aku bersamanya.

Dimataku dia tetap tidak cantik, namun aku nyaman bila melihat senyumannya. Dia selalu menerima apa adanya aku, sempat aku pulang tidak bawa gaji seperti yang dijanjikan di lembar penerimaan karyawan bahwa gajiku tertera 4 juta sekian-sekian, namun karena aku selalu terlambat dan juga sering bolos lantaran mengantar si kecil ke rumah sakit dan juga si sulung ke sekolah maka hampir 40 % gajiku dipotong.

Subhanallah dia tidak bersungut, malah segera bersiap menukar menu makanan dengan yang lebih sederhana dan bersikeras meminjam komputer butut kami untuk menulis artikel yang dikirimkannya ke beberapa majalah yang terkadang satu atau dua artikel ditayangkan, dan baginya itu sudah Alhamdulillah bisa menambah sambung susu anakku.

Istriku tidak cantik, namun aku ingat, banyak sekali sumber daya alam yang buruk bahkan legam dan membuat tangan kotor namun tetap dicari, diburu dan dipertahankan orang, seperti batubara. Istriku mungkin bukan emas, dia mungkin batubara, keberadaannya selalu menghangatkan hatiku dan selalu membuatku tidak merasakan resah.

Aku membayangkan bila aku menyimpan batubara satu kilo dirumahku dibandingkan dengan menyimpan emas satu kilo dirumahku, maka aku tidak akan dapat berjaga semalaman bila emas yang kusimpan. Namun bila batubara yang ku simpan, aku masih punya izzah ada barang yang ku simpan yang cukup berharga, namun aku tetap dapat tidur nyenyak dengannya.

Bayangkan bila istriku sangat cantik, mungkin aku tidak akan tenang membayangkan dia ke pasar dilirik semua lelaki, membayangkan dia sms-an dengan bekas pacar-pacarnya dulu, membayangkan mungkin dia bosan padaku. Akh.. aku bersyukur istriku tidak cantik sehingga aku bisa tidur nyenyak walau banyak nyamuk sekalipun. Istriku tidak cantik, namun dia adalah istri terbaik untukku.

Pesanku: aku selalu melihat sisi baik dari istriku yang membuatku merasa sama dan nyaman dengannya.

Via eramuslim.com

Aku Malu Menatap Wajah Suamiku...

Pernikahan itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.

Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.

Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.

Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.

Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.

Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.

Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.

Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.

Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.

Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.

Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.

Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”.

Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal.

Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”.

Sang istri pun bad rest di rumah sakit.

Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja”.

“Haah, pergi?”. Kata sang istri.

“Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami.

Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.

Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami apa an dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi”.

Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.

Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.

Dan subhanallah …

Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.

Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.

Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.

Hamper saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula.

Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.


Ketika Pasangan Mulai Mendua

Cinta bukan sekedar sekumpulan kata yang indah di lisan.
Cinta bukan hanya manis dilaku, dan sepintas lalu.
Namun cinta adalah perjuangan.
Perjuangan ketika ujian melanda, dan cinta tetap bertahan.
Bertahan karena-Nya.

* * *

Dia masih di sudut pintu kamar menunggu jawabanku, dan aku tertunduk di sofa samping tempat tidur kami. Kamar ini sebelum satu jam yang lalu masih ruangan favoritku. Lampu temaram yang membuat ruangan ini selalu terasa cozy. Semua aktivitas favoritku berpusat disini. Menulis, membaca dan diskusi dengannya. Dan detik ini, ruangan kami begitu menyiksa hati.

Seperti sketsa di sebuah pertunjukkan. Rumah tangga yang selalu meredam emosi dengan diskusi panjang, dan kami yang mampu menahan ego satu sama lain karena rasa saling menghormati dan menyayangi. Jika sebelas tahun terasa singkat, itu karena kami selalu saling mengerti. Dan tibalah ketika lelaki ini bercerita bahwa ada sosok lain yang membutuhkannya. Membutuhkan tak sekedar perhatian antar sesama, namun lebih dari itu berbagi kasih sayang. Wanita itu sahabat suamiku. Dan aku mengenal dekat bahkan dengan keluarganya. Wanita baik, berasal dari keluarga baik-baik dan suaminya meninggalkannya ketika bertugas di Lhok Ngah Aceh dan tak pernah kembali ketika musibah Tsunami melanda di akhir tahun 2006. Meninggalkan seorang istri dan putri yang masih balita.

Kami dekat, karena kami berkewajiban membantu keuarga yang baru saja dilanda musibah dan putri mereka yang kini yatim. Hubungan kami baik selama 7 tahun. Suamiku yang shalih, tak pernah marah berlebihan padaku, telaten mengajarkanku banyak hal dan yang selalu kuingat sifat amanahnya akan sebuah komitmen untuk selalu bermanfaat. Hingga aku pun akrab dengan sahabatnya.

Ketika kantorku membutuhkan pegawai, maka sahabat suamiku lah yang kuhubungi, karena memang ia single parent yang membutuhkan pekerjaan. Maka semakin akrablah kami.

Dan ketika lelaki itu meminta istrinya untuk rela berbagi rumah tangga dengan wanita lain, maka keluarlah sebuah kalimat meminta izin. Dan jika tidak diizinkan pun, lelaki itu tak memaksa. Dia akan tetap memilih istrinya. Di kehidupan kini maupun nanti.

Ah, lelaki itu suamiku dan wanita itu kini bukan hanya sahabat baikku, ia sudah seperti saudara.
Mendadak bibir kelu dan ujung lengan sweater ku basah dengan airmata yang tak berhenti meleleh.

Aku mencari alasan untuk tak sakit hati, atas permintaan dan pernyataan suamiku. Permintaan yang tak sanggup kukabulkan. Suamiku yang nyaris mengasihiku secara utuh, suamiku yang kukagumi nyaris penuh seluruh jiwaku, lalu dimana cintaku kini kuletakkan. Hingga hati tak terlalu sakit.

Sampai detik ini, aku tak pernah menanyakan apakah wanita itu memahami maksud suamiku. Sungguh telinga ini tak siap, mendengar sejauh apa hubungan mereka.

Yang ku tahu, kini suamiku menjaga jarak dengannya dan aku memilih resign. Meski begitu aku tetap bersahabat dengannya. Persahabatan kami tak terganti. Dia wanita yang menjaga keshalihatannya. Suamiku tak salah pilih, aku yang tak sanggup dengan pilihan hidupnya.

Rumah Kami, 2013

* * *

Kehidupan tak selalu berpihak pada kita. Kita belajar hal tersebut mulai dari kecil, dimana kita berusaha keras dengan belajar ketika ujian, namun hasil yang didapat tak sebanding dengan kerja keras kita. Dan ketika kita mencapai fase untuk membangun rumah tangga seperti yang kita inginkan, maka ujian pun menemani proses pencapaian terbaik kita. Namun Allah selalu ada di setiap langkah. Dimana Dia Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Termasuk ujian yang akan menaikkan derajat keimanan hambanya. Dan ketika ujian datang kepada muslimah, seharusnya kita siap. Kesiapan kita tergantung kadar keimanan dan ilmu kita.

Lalu apa yang kita lakukan ketika ujian datang, berikut tips yang semoga membawa inspirasi untuk muslimah agar lebih tegar disaat ujian melanda.

1. Allah sebaik-baik tempat mencurahkan isi hati.

Yakinlah segala permasalahan atas kehendak-Nya, maka jadikanlah yang Maha Berkendak adalah tempat pertama untuk mengadukan segala keluh kesah. Allah tempat untuk melapangkan hati sebelum kita berbagi beban ke sesama. Setelahnya agar Allah menunjukkan kita bertemu dengan keluarga dan sahabat-sahabat terbaik sebagai pemberi nasihat. Ingatlah, bahwa kita tidak sendirian mengahapi permasalahan rumah tangga kita. Ada Allah yang tak pernah lelah mendengar pinta kita. Selalu resapi isi Al Quran, karena segala permasalahan di muka bumi ini tertuang dalam Al Quran.

“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu Kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya” (QS. Al-Mu’minuun : 62).

2. Momen muhasabah.

Koreksi diri. Tentulah tak ada asap kalau tak ada api. Dan hendaknya sebuah permasalahan adalah momen untuk mengevaluasi. Sejauh mana kebaikan kita dalam mengurus rumah tangga? Sudahkah kita ikhlas berbakti pada suami hingga tak ada keluh ketika suami berperilaku seperti yang kita harapkan? Lalu sejauh mana kebaikan kita dalam berumahtangga sehingga rumahtangga kita memberi manfaat pada sesama?

Momen koreksi diri juga langkah awal untuk berbesar hati. Bahwa di setiap kesalahan pasangan, ada tanggung jawab kita. Disinilah kita belajar berbesar hati mengambil hikmah atas sebuah ujian yang tengah melanda.

3. Saatnya me-recovery hati.

Ya, saatnya menyembuhkan hati, agar rutinitas kehidupan tetap berjalan. Permasalahan harus kita hadapi dan selesaikan dengan baik, terpuruk dan tidak keluar dari kamar bukanlah penyelesaian. Mulailah bangun komunikasi yang ‘lebih baik’ dengan pasangan. Sabar, ikhlas, ikhtiar, doa, ber-silaturrahim dan menempatkan porsi cinta yang sewajarnya mampu membuat lapang hati. Sakit memang ketika dihadapkan pada pasangan yang mulai mendua, namun dengarlah alasan pasangan. Selanjutnya berdiskusi dan maafkan. Apapun keputusan kita dan pasangan, yakinkan bahwa semua atas kehendak Allah.

Mudah bagi Allah menjadikan kesulitan berganti kemudahan dan menjadikan ujian berganti kebahagiaan. Permasalahan ada, agar kita lebih mendekat pada-Nya, dan Allah tak ingin diduakan oleh hamba-Nya. Semoga sebentuk hati pada pasangan yang mendua, dimampukan dalam pilihan kebaikan yang karena Allah semata. Aamiin.

Ketika yang Disukai Tak Bisa Dimiliki













Betapa kecewanya hati.
Ketika orang yang kita sukai.
Pada akhirnya tak bisa memiliki.

Akan lebih kecewa lagi.
Ketika orang yang telah kita miliki.
Tanpa alasan yang pasti dia memilih pergi.

Jangan karena hal itu maka menjadikan diri kita terlalu larut dalam kesedihan.
Dan menjadikan diri kita terus tenggelam dalam Kekecewaan yang teramat sangat.

Ketika kita harus kehilangan seseorang yang kita sayangi.
Tak perlu kita terlalu meratapi kepergiannya.
Tak perlu kita terlalu menangisi kepergiannya.
Tak perlu kita terlalu membuang air mata.
Tak perlu kita sampai putus asa dibuatnya.

Karena sesungguhnya..

Dia pergi akan ada yang menggantikan.
Dia pergi akan ada yang lebih baik lagi.
Dia pergi akan menguatkan hati.
Dia pergi akan melatih kita bangkit kembali.

Kepergiannya bukanlah akhir dari segalanya.
Di depan sana masih terbentang luas.
Untuk kita raih dengan sebuah harapan.
Yakinlah suatu hari nanti Allah akan memberi ganti yang lebih baik..

Orang Bijak Berkata:

"Kebahagiaan itu bukan karena DENGAN SIAPA kita hidup. Akan tetapi karena bagaimana kita MENJALANI & MENERIMA hidup dengan tulus dan ikhlas."

Itulah kebahagiaan yang sebenar-benarnya...

by Lautan Cinta penuh Berkah

Seorang Ibu Rumah Tangga Pun Menjadi Penghafal Al Quran

Ummu Zaid, seorang ibu rumah tangga ketika menceritakan pengalamannya dalam menghafal Al Quran, beliau menutup cerita dengan kata-kata yang bisa menjadi nasihat untuk kita semua, terutama untuk ibu rumah tangga. Belum pupus harapan bagi kalian untuk menjadi penghafal kitabullah.

Berikut nasihat beliau yang saya kutip dari buku Hafal Al Quran Dalam Sebulan

Untuk menutup halaman-halaman yang indah ini, aku sampaikan pada kalian bahwa aku adalah wanita , sebagaimana wanita lainnya. Aku memiliki suami dan anak-anak. Anak-anakku belajar di sekolah khusus dengan kurikulum pelajaran yang sangat sulit. Aku hafal Al Quran, tapi aku tidak melalaikan tanggung jawabku sebagai seorang ibu. Aku didik anak-anakku dan berusaha mengajari mereka segala sesuatu. Bahkan tanggung jawabku yang paling utama adalah sebagai seorang istri yang berusaha untuk mendapatkan keridhaan suami, tanpa mengurangi haknya dan dengan menunaikan kewajiban-kewajibanku secara sempurna.

Alhamdulillah, Allah tidak menjadikanku telat dalam menghafal al Quran. Demi Allah, janganlah kalian beralasan atas tidak hafalnya kalian terhadap al Quran. Apalagi kalian adalah para gadis yang belum menikah dan belum memikul tanggung jawab.

Pertama dan terakhir kalinya adalah berprasangka baik pada Allah. Karena dengan begitu, Allah akan berprasangka baik sesuai dengan persangkaan hamba-Nya. Pada awalnya, aku mengira bahwa surat al Baqarah dan Ali Imran sangat sulit untuk dihafal, dan usaha itu akan memakan waktu yang lama. Dan Allah pun memberiku anugrah sesuai dengan apa yang kusangka, yakni menghafalnya selama 7 tahun. Itu karena aku tidak berprasangka baik pada Allah.

Namun setelah itu, ketika aku berpasrah diri pada Allah dan berprasangka baik terhadap-Nya, aku berujar pada diri sendiri, “Aku akan menghafal al Quran secara keseluruhan dalam waktu yang singkat.” Allah pun memuliakanku dengan menghafal kitab-Nya, bahkan memudahkanku. Allah menunjuki jalan dan cara menghafal yang bermacam-macam, yang tidak pernah kumengerti dan kuketahui sebelumnya.

Wahai orang yang berkeinginan untuk menghafal Al Quran, bertawakallah pada Allah! Bersungguh-sunguhlah dalam berusaha! Dan jujurlah pada dirimu, bahwasanya engkau benar-benar ingin menghafal Al Quran! Serta, berprasangka baiklah bahwa Allah akan memberi taufik-Nya atas usahamu! Demi Allah, engkau akan memperoleh apa yang kau ingin dengan segera. Dan engkau akan menjadi bagian dari penghafal kalam yang paling agung, yaitu kalam Rabb semesta alam. Dia telah berfirman:

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al Quran itu untuk pelajaran. Maka, adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al Qamar: 17)

Subhanallah, mereka yang mengenalku mengira bahwa aku selalu mengawasi anak-anakku. Tetapi tanpa perlu kujelaskan dengan kata-kata, mereka akan mengetahui hal yang sebenarnya.

Suatu hari, ketika aku sedang duduk, anakku yang belum genap 2 tahun berjalan mendekati meja yang diatasnya terdapat mushaf yang biasa kugunakan untuk menghafal. Ia mengenali mushaf itu, dan membawanya padaku. Setelah itu, ia menyeraknan padaku sembari mengucapkan beberapa patah kata, “Mata, Quran.” Seakan-akan ia berucap, “Bacalah wahai ibu, dalam waktu dekat ibu kan selesai mengkhatamkannya.”

Subhanallah, pada hari itu tidak ada perhatiannya selain mencariku dan mencari ayahnya. Jika mushaf tidak terdapat di tangan kami, maka ia berlari untuk mengingatkan kami. Subhanallah.

Sumber: Buku Hafal Al Quran Dalam Sebulan

20 Jun 2013

Sedekah Indah Seorang Dokter


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 

Di satu tempat di Jakarta ada rumah yang bisa dibilang cukup mewah. Rumah itu adalah kediaman keluarga dr. Juni Tjahjati. Selain sebagai tempat tinggal, rumah itu sehari-hari dipakai Juni sebagai tempat praktek. Banyak pasien berobat setiap hari ke sana yang kadang membuat tukang parkir harus ekstra keras mengatur kendaraan.

Jika kita berdiri tepat menghadap rumah itu dari seberang jalan tampaklah dua buah hiasan berbentuk pagar kecil bersusun di atap rumah. Di bagian tengah pagar besi yang tidak memagari apapun itu terpampang lambang cinta berbentuk hati dicat warna emas. Lambang itu seperti ingin berkata bahwa semua aktivitas dalam rumah dan tempat praktek itu didasari oleh cinta.
Tanpa ragu, dokter itu membantu tetangganya yang dioperasi di rumah sakit. Semua biaya ia tanggung. Hidupnya pun tampak berkah dan berlimpah rezeki.

Beberapa tahun lalu, seorang laki-laki bernama Mustofa datang ke rumah itu. Ia menggigil kedinginan. Ia baru pulang dari Bogor, memenuhi undangan kawannya untuk memancing. Sebuah kecelakaan kecil terjadi: kakinya tertusuk bambu.

Mustofa adalah tetangga Juni, sehari-hari berjualan es jus sambil menjadi tukang parkir di tempat praktek itu. Seorang dokter menanganinya dengan memeriksa dan memberi obat.

“Waktu itu dokter Juni sedang keluar negeri,” ujar Mustofa.

Pengobatan diberikan kepada Mustofa secara cuma-cuma. Ia dapat kembali pulang dengan tenang. Tapi seminggu kemudian ia kembali datang karena ia mulai merasakan sakit yang lebih parah.

Mustofa sulit menggerakkan mulut dan menelan makanan. Juni yang sudah pulang langsung memberi pertolongan. Bapak empat anak itu disuntik dua kali, diberi obat dan disuruh balik lagi beberapa hari kemudian. Menyadari kemungkinan Mustofa menderita tetanus, Juni melakukan operasi kecil, mengeluarkan potongan bambu kecil yang tertanam di kaki Mustofa.

Tapi beberapa hari kemudian, Mustofa semakin parah karena racun tetanus ternyata sudah menjalar ke tubuhnya menginfeksi syaraf dan ototnya hingga kaku dan tak bisa digerakkan.

Juni kemudian bertindak cepat dengan membawa Mustofa ke rumah sakit agar bisa dirawat dengan fasilitas lebih memadai. Ia tak bisa mengiringi tetangganya itu tapi mengontak teman-temannya yang ada di rumah sakit agar Mustofa ditangani dengan baik.

“Jangan ditinggal sebelum Pak Mus dapat ruang inap dan ditangani dokter,” ujar Juni kepada supirnya yang mengantar.

Mobil pun melaju ke RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo) Jakarta. Di RSCM ada suami Juni, dr. Ismail, seorang ahli Ortopedi, yang sehari-hari berpraktek dan mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tapi, ternyata., RSCM tak ada ruangan kosong. Mustofa lalu dilarikan ke RS Persahabatan. Kembali tak ada ruang kosong. Ismail lalu mengontak koleganya di RS Fatmawati. Ada ruang kosong di rumah sakit itu. Mustofa langsung dibawa ke sana.

“Sampai di sana, saya langsung disambut dokter dengan hormat. Sepertinya dokter itu teman baik dr. Juni atau suaminya, dr. Ismail,” ujar Mustofa mengenang.

Sampai di Fatmawati Mustofa tak sadarkan diri. Ia dirawat berhari-hari di sana sampai kesadarannya pulih. Dalam sakitnya itu, Mustofa ditunggui oleh istrinya.

Setelah beberapa hari di rumah sakit, datanglah lembar tagihan berobat. Mustofa dan istrinya terkaget-kaget, karena di situ tertera angka 13 juta rupiah. Tentu saja ia tak memiliki uang sebesar itu apalagi ia belum pulih benar. Perlu beberapa hari lagi untuk menginap agar ia bisa pulih sampai sediakala.

Tapi, rupanya, kecemasan itu hanya terjadi sesaat saja, sebab rupanya dr. Juni sudah menangung biaya berobat Mustofa. Tak terbilang rasa terima kasih Mustofa dan istrinya. Apalagi Juni juga turut menjenguk Mustofa dan bahkan memberi istri Mustofa uang untuk pegangan selama menunggui suaminya dirawat.

“Saya tak punya uang sepeser pun. Semua biaya ditanggung dokter Juni.
Saya tak tahu berapa jumlah pastinya. Tapi kira-kira 20 juta rupiah,” ujar Mustofa mengenang sambil terharu.

Mustofa sampai tak habis pikir kenapa ada orang sebaik itu. Ia hanya tetangga dan bukan saudara. Bisa dikatakan ia juga hidup dari dr. Juni karena ia berjualan es di depan Praktek dr.Juni, selain memarkir kendaraan. Ia tak dimintai uang sedikit pun berjualan di depan tempat praktek itu seperti yang lazim terjadi. Bahkan ia juga tak dimintai uang listrik, padahal sehari-hari ia memakai listrik untuk blender es jus.

Saat anak nomor tiganya menderita kecelakaan, kembali Juni dengan ringan membantu Mustofa. Waktu itu, anak Mustofa tertabrak kendaraan bermotor dan kakinya patah. Kaki anak berusia 6 tahun itu diberi pen yang diukur sendiri oleh suami dr. Juni. Kembali Mustofa tak membayar sepeserpun biaya pengobatan itu karena semua ditanggung dr. Juni.

Berkah Sedekah ...

Sekalipun menolak untuk membeberkan lebih lanjut, sedekah memang merupakan amal yang masyhur dilakukan Juni. Ini diakui pula oleh para warga di sekitar rumahnya. Tangannya begitu ringan menolong. Kadang ada kaum dhuafa yang berobat dengan membayar semampunya atau gratis sama-sekali.

Jika melihat kehidupan Juni yang dilimpahi rezeki benarlah ungkapan al-Qur’an dalam surat al-Baqarah ayat 256 yang menyebut bahwa

... “Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” ...

Tempat prakteknya tampak ramai, membuat rezekinya seakan tidak pernah putus. Pasien yang berobat di sana juga sangat senang karena diobati dengan penuh perhatian.

Selain itu, Juni juga memiliki beberapa kendaraan dan perusahaan yang ia kelola di bidang kesehatan, makanan, laboratorium, penyewaan gedung, perawatan kecantikan, dan lain sebagainya.

Dahulu, sebelum meraih semuanya, Juni malah hidup sederhana; berbisnis salon dan membuka toko sepatu karena ia merasa tak patut mencari uang berlebih dari pengabdiannya sebagai dokter.

Satu hal yang patut dicontoh adalah Juni tampak enggan untuk menceritakan itu semua. Baginya itu hal biasa saja. “Kebetulan saya bisa membantu, ya saya bantu,” ujarnya.

Saat masih menjadi dokter puskesmas di daearah Jawa Timur tahun 90-an, Juni juga sudah sering bersedekah. Ia bahkan pernah mengobati pasien yang memerlukan transfusi darah dengan mengambil darahnya sendiri.

Lagi-lagi jika ada pasien yang tak mampu dan perlu dirujuk ke rumah sakit, ia bersedia mengantarkan dengan menggunakan biaya akomodasi dari dirinya sendiri.

Menolong sepertinya sudah menjadi etika utama dokter ini. Semua hal dikebelakangkan dan keselamatan pasienlah yang diutamakan.

“Ada perasaan lega dan senang jika pasien yang kita tolong bisa selamat, dan bisa berbagi itu merupakan satu kenikmatan sendiri,” ujar Juni.

Tak hanya itu, Juni juga kerap mengalamatkan sedekah pada pembangunan masjid. Beberapa masjid sudah ia sumbang. Ada di antaranya yang dibangun bagi kaum pinggiran di wilayah Tebet, Jakarta Selatan.

Banyak orang yang memiliki penghasilan besar, namun selalu merasa tidak cukup. Bahkan tidak jarang pengeluaran mereka lebih besar dari penghasilan yang didapat. Tapi itu tak berlaku jika melihat kehidupan dr. Juni. Rezeki seperti mengalir deras padanya, dari berbagai jalan, karena setiap rezeki yang ia dapatkan juga ia sedekahkan kemana-mana.

... “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” ...

Demikian Allah berkata dalam firman-Nya (Q.s. al-An'am: 160) ..

Jadi, sebetulnya, setiap harta yang kita sedekahkan justru akan kembali dengan berlipat ganda. Satu dikurang satu sama dengan sepuluh, bukan nol. Itulah rumus sedekah. Dengan memberi, seseorang akan mendapatkan lebih banyak, tidak berkurang atau habis.

Subhanallah ...
Wallahu A'lam bishawab ..


Nasehat Baik Sepanjang Zaman

Barangsiapa merasa cukup dengan apa yang telah diberikan Allah.
Maka dia telah kaya.

Barangsiapa suka memandang harta orang lain.
Maka dia selalu miskin.

Barangsiapa tidak ridha (tidak rela) dengan apa yang telah diberikan Allah.
Maka dia telah menentang keputusan-Nya.

Barangsiapa memandang remeh kesalahannya.
Maka dia akan memandang besar kesalahan orang lain.

Barangsiapa memandang besar kesalahannya.
Maka dia akan memandang remeh kesalahan orang lain.

Barangsiapa suka membuka aib orang lain.
Maka aib keturunannya akan tersingkap.

Barangsiapa menggali lubang untuk mencelakakan saudaranya.
Maka dia sendiri akan terjerumus ke dalamnya.

Barangsiapa bergaul dengan orang alim.
Maka dia akan dimuliakan.

Barangsiapa memasuki tempat-tempat yang biasa dikunjungi orang bodoh.
Maka dia akan direndahkan.

Dan barangsiapa memasuki tempat-tempat maksiat.
Maka dia akan dituduh berbuat maksiat.

Semoga bermanfaat.

oleh  Anggun ßeгhÑ–jαb Cαntik ßeгjÑ–lbαb

19 Jun 2013

Tak Ada Selingkuh Aman!

Tak Ada Selingkuh Aman!
Betapa miris hati ini membaca halaman pertama sebuah surat kabar yang terbit di Jawa Timur kemarin; tiga menteri selingkuh. Di internet, kabar itu juga beredar luas. Belum ada bukti apakah itu fakta yang benar-benar terjadi. Namun ia menjadi potret fenomena betapa zina telah menyebar dan menjadi bencana.

Tak Ada Selingkuh Aman!
Bukankah selingkuh adalah zina? Dan betapa kelamnya masa depan negeri ini jika penyakit moral itu tak dihambat. Apalagi jika pelaku selingkuh bukan hanya orang biasa, namun sudah level pejabat. Daya destruktifnya akan makin cepat.

Tak Ada Selingkuh Aman!
Selingkuh yang sampai direkam detail oleh media, lalu diketahui secara luas oleh anak bangsa, apa namanya kalau bukan kategori tampak kasat. Selingkuh yang terang-terangan, ia lebih mengundang murka dan siksa Tuhan. "Tidaklah tampak (terang-terangan) pada suatu kaum perkara riba dan perzinaan," Rasulullah memperingatkan dalam riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban, "melainkan mereka telah menghalalkan siksa Allah atas diri mereka."

Tak Ada Selingkuh Aman!
Dari hadits berderajat hasan itu, kita jadi tahu: daya destruktif selingkuh bukan hanya menghancurkan keluarga, namun juga bisa menghancurkan negara.

Tak Ada Selingkuh Aman!
Memikirkan hancurnya keluarga akibat selingkuh saja, semestinya membuat suami atau istri yang melakukannya segera menarik diri. Selingkuh adalah khianat, dan seharusnya ketika ada niat saja pelakunya harus bertaubat. Pengkhianatan kepada pasangan hidup adalah hal yang sangat menyakitkan. Ia jauh lebih sakit dari siksaan paling pedih yang mungkin terbayangkan. Mendapati orang yang dicintai mengkhianati, lalu menyerahkan diri dan kehormatannya pada orang lain yang tidak halal baginya, mungkin serasa kiamat datang sebelum waktunya. Kalaupun tidak berakhir dengan perceraian, rumah tangga yang berjalan di belakangnya perselingkuhan adalah rangkaian hari-hari penuh siksaan; pikiran, perasaan, kejiwaan. Akumulasinya berwujud dendam. Akumulasinya berbentuk balasan. Tanpa iman, dendam dan balasan berbuah hal yang sama; perselingkuhan dibalas perselingkuhan. Maka keluarga pun terjerumus pada lingkaran masalah yang sangat rumit dan sulit terselesaikan.

Tak Ada Selingkuh Aman!
Mungkin ada perselingkuhan yang tidak diketahui oleh pasangan. Ia bisa saja tak melahirkan banyak masalah di atas. Namun tetap saja akan ada rasa bersalah. Dan kebohongan yang dibiasakan akan selalu memunculkan kebohongan berikutnya yang lebih besar. Lalu sampai kapan bau busuk pengkhianatan itu tidak tercium orang? Kalaupun Allah menutupinya, itu adalah kesempatan untuk bertaubat segera. Dan malulah kita bahwa keterhormatan dalam pandangan manusia hanyalah karena Allah menutup aib kita. Malulah pada-Nya.

Tak Ada Selingkuh Aman!
Efek selingkuh berikutnya akan mengenai buah hati; para pewaris dan generasi penerus yang paling diharapkan. Pada mulanya, perhatian pada anak-anak menjadi berkurang. Mereka pun tak cukup asupan kasih sayang. Tahap berikutnya ketika rasa kesal, marah dan kecewa terlampiaskan pada mereka; anak-anak yang tak berdosa. Jadilah mereka sasaran. Dalam ketidaktahuan, ketidakmengertian, pertumbuhan mereka terhambat oleh kemarahan, umpatan, dan kebencian orang tuanya. Penyesalan biasanya baru datang jika mereka terjerat masalah besar karena pelarian; narkoba dan sejenisnya. Ada suami istri yang kemudian memperbaiki hubungannya dan memulai lagi kehidupan harmonis mereka; namun pajak yang dibayar sudah terlalu mahal. Rehabilitasi bukan hanya menyedot aset dan simpanan keluarga, tetapi juga menarik habis kepercayaan dan modal sosial.

Tak Ada Selingkuh Aman!
Lebih jauh, perselingkuhan akan memburamkan tata masyarakat dan negara. Perselingkuhan butuh biaya, menutupi kebohongan butuh biaya. Ia pun menyeret pelakunya pada korupsi dan cara-cara kotor sejenisnya. Betapa banyak orang yang berani menggelapkan uang karena perselingkuhan. Betapa banyak orang yang berani korupsi untuk membahagiakan sekaligus merahasiakan selingkuhan. Belum lagi bayi-bayi yang lahir tanpa kejelasan indentitasnya; itu sebenarnya anak siapa. Atau lebih tragis lagi adalah pembunuhan bayi sebelum ia sempat lahir ke dunia ini; aborsi.

Tak Ada Selingkuh Aman!
Merenungkan lebih jauh akibat selingkuh di akhirat, azabnya sungguh sangat pedih dan maha dahsyat. Jika Sang Nabi menjelaskan menyentuh kulit saja lebih berat dari pada ditusuk jarum besi, apatah lagi jika bukan hanya kulit yang bersentuhan.

Tak Ada Selingkuh Aman!
Mari berpikir ulang seraya beristighfar agar kita tak terjerat perselingkuhan; meskipun ia masih berupa benih dalam angan-angan dan pikiran. Sadarilah, TAK ADA SELINGKUH AMAN!


18 Jun 2013

Belajar dari Seorang Gadis Penjaga Toilet

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...

Mengeluh, dan mengeluh. Selalu ku lakukan atas pekerjaan yang sering menumpuk dan tak kunjung usai. Penat memandang layar monitor dan tak jarang melepas letih dengan bercengkrama dengan kawan by YM.

Facebook? Sudah lama ku tanggalkan sejak fasilitas dari Ping.Fm memudahkanku untuk share status ke beberapa jar-sos sekaligus dalam satu langkah. Terlebih sejak AOL.com memudahkanku membalas komen teman-teman melalui email. Segalanya serba instan memang.

Bahkan di tengah segala fasilitas pekerjaan yang memudahkanku berinteraksi dengan setiap orang di penjuru dunia aku masih saja tetap tak puas, sampai suatu ketika di sore hari rasa lelahku mengantarkan ku pada langkah kaki menuju mushola di lantai dasar basement kantor.

Malas rasanya harus menunggu tarikan lift yang terkesan lambat di jam pulang kantor. Dasar manusia, sudah enak ada lift, tetap saja ada alasan malas untuk menaikinya. Entah setan sedang asik menggelayuti tubuh dan pikiranku, atau aku memang sedang di dera penyakit malas shalat? Naudzu billah ...

Dan disaat itu, Allah ternyata sedang menegurku dan membuka mata bathinku dari rasa malas dan sikap tak bersyukur. Di selasar antara pintu belakang menuju lobi, ada sebuah toilet.

Dan di sanalah ku masuki ruang kecil dengan beberapa sekat dan kaca besar yang memamerkan sepasang westafel di dalamnya seusai shalat ashar.

Dan di dalam sana, ku temukan seorang gadis. Sering aku mendapatinya di lobi gedung. Mengelap kaca lobi sampai mengelap bagian dalam lift. Ia ramah dan mudah tersenyum pada siapapun yang ia temui di lobi.

Dari penampilannya, mungkin usianya sebaya denganku. Dua puluh tahunan. Wajahnya manis, anggun. Kalimat itu yang mungkin bisa melukiskan bagaimana wajahnya. Rambutnya berponi ke samping, dan digulung dalam pita harnet. Seragamnya, warna orange seragam khas office boy and girl pengelola gedung di kawasan Sudirman.

Sekilas, ia tersenyum dan menyapaku. Lucu melihat kekagetanku menatapnya yang sedang jongkok di dalam toilet. Sering memang ku temui ia di toilet itu. Membersihkan westafel atau mengepel serta menyemprotkan pewangi dalam toilet.

Namun baru kutemui pekerjaannya kali ini. Disapunya ruang sekat kecil bernama toilet, kemudian ia berhadapan dengan kloset dalam toilet itu, dilap bersih dengan air sabun setiap bagian-bagian kloset, dan tak lupa diberinya kapur barus di sisi belakangnya.Dibuangnya tissue yang menggunung dalam tempat sampah ke dalam kantong sampah dan diisi lagi tempat tissue yang kosong.

Sedikitpun ia tak merasa malu, tak merasa canggung atas pekerjaan yang ia lakukan. Tak ada raut-raut kecewa dan kata-kata umpatan dalam wajahnya. Ia ikhlas menjalani pekerjaannya. Pekerjaan yang dipandang sebagaian orang sebagai pekerjaan yang memalukan. Merendahkan martabat.

Dan entah apa lagi sebutannya bagi orang-orang para penggila harta dan tahta. Ia hanya berinteraksi dengan para OB dan para security gedung. Ia juga jarang berbincang dengan para pendatang toilet. Ia hanya bergumul dengan teman-temannya sesama pegawai gedung. Sedang aku? Aaah ...

Lama ku terpaku di hadapan cermin besar dalam toilet itu, menyadarkanku .. Bahwa pekerjaan yang ada adalah untuk dijalani sebaik mungkin dan disyukuri. Allah memberikan rezeki untuk kita, bukan untuk disumpah serapahi.

Dan saat itu pula, aku tahu .. Allah sedang menegurku secara halus, agar mampu belajar dari pekerjaan seorang Gadis Penjaga Toilet .. Terima Kasih Ya Allah .. Memberiku segala sesuatu yang layak untuk ku jalani dalam kehidupan. Jadi, sudahkah Anda bersyukur untuk segala yang Anda nikmati hari ini?

Wallahu a'lam bishshawab...


Ketika Jodoh Tak Kunjung Tiba

Menikah adalah sebuah amal yang menjadi penyempurna setengah agama. Karena ketika sudah menikah, semua hal menjadi sunnah dan bernilai pahala. Dalam Al-Qur'an dan hadits, banyak disebutkan mengenai perintah dan faidah menikah. Sehingga itulah yang menjadi motivasi seseorang untuk segera menikah. Apalagi kalau sudah berusia kepala 2 ke atas, sudah lulus kuliah atau bahkan sudah bekerja. Ia seolah menjadi suatu keharusan yang harus segera dilaksanakan. Namun bagaimanakah jika jodoh tak kunjung ketemu sedangkan keinginan nikah sudah semakin kuat?

Meluruskan niat dan mempersiapkan diri! Ya, betul. Mungkin itu yang sering kita lalaikan. Kadangkala saking penginnya untuk menikah, entah itu karena tuntutan usia, keluarga, target, dan sebagainya, kita memikirkan nikah terus dan lalai mempersiapkan diri untuk kehidupan kita setelah pernikahan itu sendiri.

Dalam sebuah perjalanan saya bersama seorang teman dan ustadz, ustadz sempat berpesan kepada kami “Niatkan nikah itu hanya karena Allah, jangan karena yang lain, dan persiapkan diri kalian untuk bisa menerimah pasangan kalian (suami) apa adanya. Bisa jadi ia bukan orang yang pandai, maka belajarlah yang rajin supaya nanti bisa mengimbangi, bisa jadi nanti dia akhlaknya kurang baik, maka perbaikilah diri kalian supaya nanti bisa meluruskan dia, belajarlah untuk berwirausaha atau mencari maisyah, siapa tau nanti dia bukan orang yang mapan, supaya kita bisa membantu dia. Intinya pada persiapan yang real, bukan hanya sekedar membaca buku-buku nikah atau ikut kuliah-kuliah pranikah yang menggugah semangat kita untuk nikah muda.”

Dari pesan ustadz tersebut, saya mencoba merenungkannya. Memang benar, hal pertama yang harus kita lakukan adalah meluruskan niat. Niat yang benar akan melahirkan amal yang ikhlas. Amal yang ikhlas itulah yang akan diterimah di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena niat adalah tonggak dari segala amal. Kalau niat kita untuk menikah sudah benar (lillahi ta’ala, untuk mencari ridha Allah) insya Allah tujuan pernikahan kita akan tercapai. Sehingga kita tidak akan menetapkan kriteria yang macam-macam terhadap calon pasangan kita. Agama tetap menjadi kriteria no 1 sebelum harta, kecantikan, dan keturunan.

Yang kedua adalah persiapan secara riil. Bukan sekedar membaca buku tentang pernikahan, ikut seminar, atau kuliah pranikah yang akan menambah ghirah kita untuk menikah.

Hal pertama yang mesti dipersiapan adalah akhlak. Dalam salah satu bukunya, Salim A. Fillah menasehati kita, shalihkan diri sebelum menikah. Kita tak tahu pasangan kita nanti seperti apa. Apakah dia bener-bener shalih luar dalam ataukah hanya shalih di luar saja. Dan kita juga tak tahu perilakunya bakal seperti apa. Ingat, Allah Maha Membolak-balikkan hati. Sehingga kalau pun ternyata pasangan kita berubah, atau membengkok, maka kitalah yang akan bersabar menghadapi segala perilakunya dan berusaha meluruskannya. Menikah menjadikan kita hidup bersama akhlaknya. Yang kita hadapi sehari-hari adalah akhlaknya. Sakinah atau tidaknya rumah tangga kita itu bergantung pada akhlak anggotanya. Maka dari itu mari kita perbaiki akhlak kita, kita shalihkan diri agar kelak kita mampu menshalihkan keluarga kita. Ingat, semuanya berawal dari diri kita sendiri.

Persiapan yang kedua adalah persiapan ilmu. Maksudnya, banyak ilmu yang harus kita pelajari selain ilmu dalam bidang yang sedang kita tekuni sekarang dan ilmu tentang pernikahan itu sendiri. Seperti ilmu tentang kesehatan, pendidikan, keuangan, yang selama ini tidak kita pelajari di dalam sks mata kuliah. Selain itu mengasah skill seperti menjahit, memasak, membenarkan perabot rumah tangga (terutama bagi akhwat) sangat diperlukan. Karena kita nggak tahu pasangan kita nanti seperti apa. Bisa jadi nanti dia bukan orang yang pandai atau yang punya banyak skill. Maka kitalah yang akan berbagi dan sharing dengannya.

Dulu saya sempat heran melihat teman asrama yang membaca buku “Catatan Ayah ASI” yang menjelaskan betapa sang ayah juga turut andil dalam pemberian ASI terhadap sang anak, diskusi sana sini tentang ilmu kesehatan, anak dan kerumah tanggaan. Saya sendiri sempat enggan untuk diskusi masalah seperti itu. Karena merasa belum memerlukan. Namun setelah saya pikir ulang hal ini ternyata sangat perlu. Karena tidak mungkin ketika punya anak kita akan sempat atau mau membaca buku-buku seperti itu. Di saat kita sudah menikah nanti kita akan disibukkan oleh segala urusan rumah tangga. Oleh karenanya jangan pernah ragu atau malu untuk belajar dan diskusi mengenai hal-hal kerumahtanggaan.

Yang ketiga yang mesti dipersiapan adalah materi atau finansial (maisyah). Maksudnya disini adalah melatih diri untuk mencari maisyah (uang) dari sekarang. Seperti latihan berwirausaha, atau memperdalam bidang yang sedang ditekuni sekarang. Ini sebagai bekal ketika nanti suami atau istri kita bukanlah seorang yang mapan secara ekonomi. Sehingga bisa saling tolong menolong dalam menopang ekonomi keluarga.

Jadi bagi teman-teman yang kini sudah ingin menikah dan belum menemukan jodohnya tidak usah galau. Yakinlah bahwa seorang wanita yang baik untuk laki-laki yang baik (lihat QS. An-Nur ayat 26). Dan mari kita persiapkan diri baik secara ilmu, akhlak dan materi. Lantas berdoa kepada Allah minta diberikan jodoh yang terbaik. Bukan sekedar ingin nikah lantas memikirkan nikah terus, kuliah jadi tidak fokus dan tidak lulus-lulus, badan jadi kurus dan tak terurus (na’udzu billah). Dan bukan sekedar menunggu dengan menaruh dagu diatas pangku dengan tangan sendeku. 
Waallahu a’lam bish shawab.


The Magic of Syukur

Di dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 7 Allah menegaskan:

Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Siapa yang bersyukur akan diberi keberlimpahan. Mafhum mukholafahnya, siapa yang tidak bersyukur, maka apa-apa yang dimiliki akan di ambil darinya. Rasa syukur akan membawa seorang hamba merasakan indahnya kehidupan, tidak seperti orang-orang kufur yang selalu merasa tersiksa hidupnya.

Penelitian Dr. Masaru Emoto juga membuktikan keajaiban kalimat syukur –seperti ia tulis dalam bukunya The True Power of Water. Jika kita memperdengarkan “terima kasih” kepada air, maka molekul airnya membentuk kristal-kristal yang indah dan mempesona. Bukankah tubuh kita juga 75 persennya terdiri dari air? Otak juga mengandung 74,5% air. Darah kita pun mengandung 82% air. Bahkan tulang yang keras pun mengandung 22% air.

Subhaanallah, betapa hebatnya tubuh manusia jika setiap detik, menit, dan jamnya selalu dihiasi dengan kalimat syukur, alhamdulillah.

Syukur jika dilihat dari hukum Newton, maka bunyinya setiap ‘aksi’ memberi syukur selalu menyebabkan ‘reaksi’ menerima. Apa yang anda terima selalu setara dengan jumlah syukur yang anda berikan. Semakin tulus serta mendalam perasaan syukur anda, semakin banyak anda akan menerima keberlimpahan. Nabi Muhammad bersabda bahwa bersyukur atas keberlimpahan yang telah anda terima adalah jaminan terbaik bahwa kelimpahan akan berlanjut.

Dalam hukum law of attraction disebutkan bahwa kita harus selalu berpikir positif, karena berpikir positif merupakan energi positif yang apabila kita memikirkan atau merasakan hal positif maka hasilnya kita akan menarik kejadian, orang dan hal positif kedalam kehidupan kita. Apa yang anda pikir dan rasakan akan menariknya pada diri anda. Jika anda berfikir negatif, maka seluruh hal yang negatif akan tertarik pada diri anda. Begitu juga sebaliknya, jika anda memikirkan apa yang anda syukuri dan anda benar-benar merasakan syukur itu, maka pasti anda menarik banyak pengalaman positif dalam hidup anda seperti logam yang tertarik pada magnet.

Syukur anda adalah magnet dan semakin banyak syukur yang anda miliki, maka semakin banyak kelimpahan yang akan anda tarik.

Ada 3 hal yang akan dirasakan oleh para ahli syukur:
Pertama, orang yang bersyukur akan ditambah nikmatnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini merupakan janji Allah dalam Al Quran, barang siapa yang bersyukur maka Allah akan menambahkan lagi kenikmatan padanya, sebaliknya apabila seseorang tersebut kufur, maka Allah menjanjikan azab yang sangat pedih bagi siapa saja yang melakukannya.

Kedua, orang yang bersyukur akan merasakan ketenangan dan kebahagiaan hidup. Tidak sibuk memikirkan apa yang menjadi milik orang lain, berbahagia dengan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.

Ketiga, rasa syukur akan membuat si pelakunya efektif dalam menjalani hidup. Ia akan fokus dengan apa yang menjadi tujuannya. Tidak disibukkan mengurusi orang lain, nikmat orang lain yang didapatkan tidak membuat si ahli syukur merasa iri hati atau berniat memilikinya. Ia mencukupkan dirinya terhadap apa yang sudah dikaruniakan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada dirinya.

Kebanyakan orang jika ditanya, apakah anda orang yang bersyukur? Anda pasti akan menjawab? Ya tentu saja saya orang yang bersyukur. Saya mengucapkan terimakasih ketika menerima hadiah, atau ketika seseorang melakukan sesuatu untuk saya. Banyak orang yang tidak tahu apa arti sesungguhnya dari bersyukur. Salah satu cara untuk mengaplikasikan rasa syukur adalah dengan mempraktikkan syukur tiap hari. Efek dari rasa syukur yang dipraktikkan hidup anda akan berubah, dan semakin anda mempraktikkan syukur, semakin ajaib hasilnya. Siapapun kita, di manapun kita berada, apa pun situasi kita saat ini, keajaiban syukur akan mengubah seluruh hidup kita. Ketika anda mempraktikkan syukur, anda akan mengerti mengapa hal-hal tertentu di dalam hidup anda tidak berjalan sesuai harapan anda, dan mengapa hal-hal tertentu tidak ada dalam kehidupan anda. Ketika anda menjadikan syukur sebagai cara hidup, setiap pagi anda akan bangun dengan sangat gembira karena masih diberi kesempatan hidup untuk selalu memperbaiki kualitas kehidupan kita. Segala sesuatu akan tampak lebih mudah.

Fakta:
Jika anda tidak bersyukur, anda tidak bisa menerima lebih banyak hal yang bisa disyukuri. Anda telah menghentikan keberlanjutan keajaiban dalam hidup anda. Jika tidak bersyukur, anda menghentikan aliran kesehatan yang lebih baik, relasi yang lebih baik. Untuk menerima anda harus memberi. Inilah hukumnya syukur adalah memberi terimakasih dan tanpanya anda memutus sendiri dari keajaiban dan dari menerima segala sesuatu yang anda inginkan di dalam hidup anda.

Rumus Ajaib:
Pengetahuan adalah harta, tetapi memperaktekkannya adalah kunci dari harta itu.
Ibnu Khaldun mengatakan dalam al-Muqoddimah:

Sengaja berfikir dan mengucapkan kata-kata ajaib, terimakasih. .
Semakin anda sengaja berfikir dan mengucapkan kata-kata ajaib terimakasih, semakin besar syukur yang anda rasakan.
Semakin banyak syukur yang anda pikir dan rasakan, semakin banyak kelimpahan yang anda terima. Syukur adalah perasaan, jadi tujuan utama memperaktikkan syukur adalah sengaja merasakannya sebanyak mungkin, karena kekuatan perasaan andalah yang mempercepat keajaiban di dalam hidup anda.

Jika anda sedikit memperaktekkan syukur, hidup anda akan sedikit berubah.
Jika anda memperaktekkan banyak sukur setiap hari, hidup anda akan berubah dengan dramatis dan melalui cara-cara yang tidak bisa anda bayangkan.

Semoga kita semua termasuk golongan ahli syukur, aamiin...