5 May 2014

Si Fakir yang Dermawan

Pada zaman dahulu, ada seorang lelaki yang beriman tinggal bersama dengan isteri dan anak-anaknya. Mereka tinggal dalam sebuah gubuk sederhana. Meskipun mereka jauh dari kilauan dan gemerlap materi, hati mereka dipenuhi dengan kasih sayang.

Pada suatu hari lelaki beriman itu berada dalam kesulitan, sampai-sampai isterinya berkata kepada lelaki itu, “Kini simpanan kita tinggal satu dirham saja.” Lelaki itu mengambil satu dirham tersebut dan pergi ke pasar. Dengan uang itu dia akan membeli sedikit makanan. Dalam keadaan bertawakal kepada Tuhan, dia tiba di pasar. Baru beberapa langkah dia berjalan, tiba-tiba terdenagar suara gaduh. Seseorang berkata dengan marah, “Engkau harus membayar utangmu. Jika tidak, aku tidak akan membiarkan engkau pergi.”

Lelaki yang berdiri di hadapan orang itu menundukkan kepalanya karena malu. Sang lelaki yang beriman itu mendekati kedua orang yang berselisih itu dan dengan suara yang lembut bertanya, “Baiklah, katakanlah apa yang menyebabkan kalian berselisih paham.”

Lelaki yang berhutang berkata, “Lelaki ini telah menjatuhkan harga diriku hanya karena uang satu dirham padahal saat ini aku tidak mampu untuk melunasi utang tersebut.”

Lelaki beriman itu berfikir sebentar dan kemudian, uang satu dirham yang dimilikinya itu diberikannya kepada si penghutang. Akhirnya, terjalinlah persahabatan antara orang itu tadi. Lelaki yang berutang itu mendoakan keselamatan buat lelaki yang beriman itu serta mengucapkan kesyukurannya.

Hati lelaki beriman itu dipenuhi rasa gembira karena berhasil menolong orang lain. Lalu diapun pulang ke rumahnya. Di pertengahan jalan dia terpikir, “Sekarang, bagaimana aku harus memberi jawaban kepada isteri ku? Jika dia memprotes, aku akan membiarkannya karena itu haknya.”

Sesampainya di rumah, dia menceritakan apa yang telah terjadi. Isterinya adalah juga seorang perempuan yang baik dan beriman. Dia tidak memprotes suaminya, malah berkata, “Engkau telah melakukan sesuatu yang baik hari ini dan engkau telah memelihara harga diri lelaki itu. Allah pasti akan memberi balasan kepadamu. Ambillah tali yang ada di rumah kita ini dan juallah di pasar. Mudah-mudahan, uang tersebut bisa engkau gunakan untuk membeli makanan.

Lelaki beriman itu merasa sungguh gembira dengan sikap isterinya tersebut. Dia kemudian mengambil tali itu dan membawanya ke pasar. Namun, betapapun dia berusaha keras untuk menjual tali itu, tidak ada seorang pun yang ingin membelinya. Dengan rasa putus asa, dia pulang ke rumahnya. Di pertengahan jalan pulang, dia bertemu dengan nelayan penjual ikan yang juga gagal menjual ikannya. Lelaki beriman itu menghampirinya dan berkata, “Tidak ada orang yang ingin membeli ikanmu dan tidak juga taliku. Bagaimana menurutmu bila kita berdua saling menukar barang ini?”

Si nelayan berpikir dan kemudian berkata, “Aku tidak mempunyai tempat untuk menyimpan ikan ini di rumah. Lebih baik engkau ambillah ikan ini dan sebagai gantinya aku akan menjadi pemilik talimu yang mungkin di satu hari nanti berguna buatku.”

Akhirnya, lelaki beriman itu membawa pulang ikan ke rumahnya. Isterinya dengan gembira segera memasak ikan tersebut. Ketika perut ikan dibelah, dengan penuh takjub dia menemukan sebuah mutiara yang berharga di dalamnya. Ya, suami istri mukmin dan baik hati itu memperoleh harta yang banyak.

Lelaki itu membawa mutiara ke toko emas untuk dijual dan mutiara itu terjual dengan harga seratus dirham. Lelaki itu dan isterinya bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan mereka kekayaan. Mereka pun tidak lupa untuk tetap berbuat baik dengan membagi-bagikan sebagian uang mereka kepada orang-orang miskin lainnya. Lelaki beriman itu berkata kepada isterinya: Tuhan telah mengaruniakan kepada kita nikmat, kesenangan dan kemewahan. Kini sebagai tanda kesyukuran atas nikmat ini marilah kita membagikan kekayaan yang ada kepada mereka yang memerlukan. Siapakah yang lebih layak dari sang nelayan yang telah bersusah payah menangkap ikan di laut itu?”

Lelaki beriman itu pergi ke pasar dan mencari si nelayan itu. Setelah berusaha keras, akhirnya dia bertemu dengan sang nelayan dan dia pun menceritakan pengalamannya. Dia berkata, “Aku ingin memberi sebagian dari uang ini kepadamu.” Meskipun miskin, nelayan itu adalah seorang lelaki yang baik hati. Dia berkata, “Wahai teman, apa yang engkau dapatkan di dalam perut ikan itu disebabkan karena kebaikanmu dan aku tidak bersedia mengambil apa-apa darimu.”

Lelaki beriman itu menjawab, ”Tuhan telah memberi ilham kepadamu sehinggakan dengan niat baik engkau telah menukar ikan milikmu dengan taliku agar aku dapat mengenyangkan perut isteri dan anak-anakku. Ketahuilah, apa yang ingin aku berikan kepadamu ini adalah hadiah bagi niat baikmu itu. Tuhan menginginkan agar engkaupun menikmati nikmat yang Dia berikan.”

Akhirnya, nelayan tersebut menerima uang itu dan mengucapkan syukur kepada Tuhan atas kebaikan dan karunia Tuhan. Dengan cara ini, Tuhan telah memberi kemuliaan kepada lelaki beriman dan isterinya itu lewat ujian-Nya. Dalam ketiadaan harta, mereka tetap bersabar dan dalam keadaan berkecukupan, mereka mengucapkan bersyukur kepada Tuhan dan membagi nikmat itu dengan orang lain.

Kisah indah mengenai lelaki beriman ini mengingatkan kita kepada kata mutiara dari Imam Ja’far Shadiq, cucu Rasul generasi keenam, yaitu, “Barang siapa yang membantu meringankan kesulitan orang mukmin, Tuhan akan memberi kemudahan kepadanya dunia dan akhirat.”

Sumber: 
http://www.geocities.ws/mohamsa/htm/hikmah/miskin_dermawan.htm

2 May 2014

Hati yang Diam Kala Terluka

Seorang dokter ahli bedah bergegas menuju rumah sakit begitu dihubungi pihak rumah sakit karena seorang pasien dalam kondisi kritis harus segera dioperasi. Begitu sampai dia mempersiapkan diri, mandi dan bersalin pakaian.

Sejenak sebelum masuk keruangan operasi ia bertemu dengan ayah pasien yang raut wajahnya memendam cemas bercampur marah. Dengan ketus laki-laki itu mencecar sang dokter, ”Kenapa lama sekali dokter! Tidak taukah lama anda anak saya sedang kritis? Mana tanggung jawab anda sebagai dokter? ”Dokter bedah itu menjawab dalam senyum, ”Saudaraku saya sangat menyesal atas keterlambatan ini. Tadi saya sedang berada diluar, tetapi begitu dihubungi saya langsung menuju kesini. Semoga anda maklum dan dapat merasa tenang sekarang. Doakan semoga saya dapat melakukan tugas ini dengan baik, dan yakinlah bahwa ALLAH akan menjaga anak anda.”


Keramahan sang dokter ternyata tidak meredamkan amarah si bapak,bahkan suaranya mengguntur. ”Anda bilang apa? Tenang!? Sedikitpun anda tidak peduli rupannya, apakah anda bisa tenang jika anak anda yang sekarat? Semoga ALLAH mengampuni anda. Apa yang akan anda lakukan jika anak anda meninggal?”

Sambil tetap mengulas senyum dokter menanggapi, ”Bila anak saya meninggal saya akan mengucapkan seperti yang difirmankan ALLAH: ”Yaitu orang-orang yang jika ditimpa musibah mereka mengatakan inna lillahi wa inna ilaihi roji’in. 

Dokter itu melanjutkan, ”Adakah ucapan belasungkawa yang lain bagi orang beriman? Maaf Pak, dokter tidak dapat memperpanjang usia tidak juga memendekkannya. Usia ditangan ALLAH, dan kami akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan putra anda. Hanya saja kondisi anaknya kelihatannya cukup parah, oleh karena itu jika terjadi yang tidak kita inginkan ucapkanlah inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Saran saya, sebaiknya anda pergi ke mushola rumah sakit untuk memperbanyak sholat dan doa kepada ALLAH agar Dia menyelamatkan anak anda”. Tambahnya.

Laki-laki orang tua pasien menanggapi dengan sinis, ”Nasehat itu memang mudah, apalagi untuk orang yang tidak punya hubungan dengan anda.”

Sang dokter segera berlalu masuk ruangan operasi. Operasi berlangsung beberapa jam,lalu sang dokter keluar tergerasa-gesa dan berkata kepada orang tua pasien, ”Berbahagialah Pak, alhamdulillah operasi berjalan lancar, anak anda akan baik-baik saja. Maaf, saya harus segera pergi, perawat akan menjelaskan kondisi anak anda lebih rinci.”

Orang tua pasien tersebut tampak berusaha mengajukan pertanyaan lain, tetapi sang dokter segera beranjak pergi. Selang beberapa menit, sang anak keluar dari ruang operasi disertai seorang perawat.

Seketika orang tua anak itu berkata, ”Ada apa dengan dokter egois itu, tidak sedikitpun memberi kesempatan kepada saya untuk bertanya tentang kondisi anak saya?”

Tak disangka perawat tersebut menangis terisak-isak dan berkata, ”Kemarin putra beliau meninggal dunia akibat kecelakaan. Ketika kami hubungi, dia sedang bersiap-siap untuk mengebumikan putranya itu. apa boleh buat, kami tidak punya dokter bedah yang lain. Oleh karena itu, begitu selesai operasi dia bergegas pulang untuk melanjutkan pemakaman putranya. Dia telah berbesar hati meninggalkan sejenak segala kesedihannya atas anaknya yang meninggal demi menyelamatkan hidup anak anda.”

Sumber: MAJALAH QIBLATI edisi 1. Tahun 8.